sejarah musik jazz
Agustus 14, 2009
musik jazz
masuk Indonesia pertama kali pada tahun 30an. Yang dibawa oleh musisi-musisi
dari Filipina yang mencari pekerjaan di Jakarta dengan bermain musik. Bukan hanya mentransfer jazz saja, mereka juga memperkenalkan
instrumen angin, seperti trumpet, saksofon, kepada penikmat musik Jakarta. Mereka memainkan jazz ritme Latin, seperti boleros,
rhumba, samba dan lainnya.
Nama-nama musisi yang masih diingat adalah
Soleano, Garcia, Pablo, Baial, Torio, Barnarto dan Samboyan. Selain bermain di
Jakarta, seperti di Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin Plaza) dan Hotel Der
Nederlander (jadi kantor pemerintahan), mereka juga bermain di kota lain,
seperti di Hotel Savoy Homann – Bandung dan di Hotel Oranje (Yamato) –
Surabaya.
Pada
tahun 1948, sekitar 60 musisi Belanda datang ke Indonesia untuk membentuk
orkestra simfoni yang berisi musisi lokal. Salah satu musisi Belanda yang
terkenal adalah Jose Cleber. Studio Orkestra Jakarta milik Cleber mengakomodasi
permainan musik California. Band-band
baru bermunculan seperti The Progressive Trio, Iskandar’s Sextet
dan Octet yang memainkan jazz
dan The Old Timers yang memainkan repertoir Dixieland.
Pada tahun 1955, Bill Saragih membentuk kelompok Jazz Riders. Ia memainkan piano, vibes
dan flute. Anggota lainnya adalah Didi Chia (piano), Paul Hutabarat (vokal),
Herman Tobing (bass) dan Yuse (drum). Edisi selanjutnya beranggotakan Hanny
Joseph (drum), Sutrisno (saksofon tenor), Thys Lopis (bass) dan Bob Tutupoly
(vokal).
Band jazz
yang terkenal tahun 1945 – 1950 di Surabaya beranggotakan Jack Lemmers (dikenal
sebagai Jack Lesmana, ayah Indra Lesmana) pada bass/gitar, Bubi Chen (piano),
Teddy Chen, Jopy Chen (bass), Maryono (saksofon), Berges (piano), Oei Boen Leng
(gitar), Didi Pattirane (gitar), Mario Diaz (drum) dan Benny Hainem (clarinet).
Nama-nama musisi jazz
di Bandung tahun 50 – 60an adalah Eddy Karamoy (gitar), Joop Talahahu (saksofon
tenor), Leo Massenggani, Benny Pablo, Dolf (saksofon), John Lepel (bass),
Iskandar (gitar dan piano) dan Sadikin Zuchra (gitar dan piano).
Musisi-musisi
muda di Jakarta bermunculan tahun 70 – 80an. Di antaranya Ireng Maulana
(gitar), Perry Pattiselano (bass), Embong Raharjo (saksofon), Luluk Purwanto
(biola), Oele Pattiselano (gitar), Jackie Pattiselano (drum), Benny Likumahuwa
(trombon dan bass), Bambang Nugroho (piano), Elfa Secioria (piano). Beberapa
musisi muda lainnya mempelajari rock dan fusion, tapi masih dalam kerangka jazz. Mereka adalah Yopie Item (gitar),
Karim Suweileh (drum), Wimpy Tanasale (bass), Abadi Soesman (keyboard), Candra
Darusman (keyboard), Joko WH (gitar) dan lainnya.
Pertengahan tahun 80an, nama Fariz RM muncul. Ia
lebih mengkategorikan musiknya sebagai new age. Namun,
beberapa komposisinya bernafaskan pop jazz,
bahkan latin. Indra Lesmana, Donny
Suhendra, Pra B. Dharma, Dwiki Darmawan, Gilang Ramadan membentuk Krakatau,
dan akhirnya kelompok ini bertransformasi menjadi Java Jazz, dengan mengganti beberapa personil.
Tahun 90an hingga sekarang, banyak sekali musisi
dan kelompok jazz yang
terbentuk. Musik jazz yang dibawakan tidak lagi
mainstream, namun hasil distilasi berbagai musik
seperti fusion, acid, pop, rock dan lainnya. Sebut saja SimakDialog, Dewa
Budjana, Balawan dan Batuan Ethnic Fusion, Bali Lounge, Andien, Syaharani,
Tompi, Bertha, Maliq & D’essentials dan masih banyak lagi lainnya.
Musisi
jazz biasanya banyak bermunculan
di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Hal ini disebabkan arus musik jazz
lebih banyak mengalir di sana lewat pertunjukan jazz (JakJazz, Java Jazz Festival, Bali Jazz Festival),
sekolah musik jazz, studio rekaman dan kafe yang
menampilkan jazz. Seorang yang
juga berjasa “mengalirkan” arus jazz
ke Indonesia adalah Peter F. Gontha, seorang pemilik JAMZ dan pendiri
pemrakarsa Java Jazz Festival.
(AL/Angga, Berbagai sumber dan analisa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar